Saturday, January 13, 2007,9:53 AM
Derita Pengungsi Korban Banjir
republika.co.id

Seorang gadis remaja berumur sekitar 12 tahun terlihat duduk gelisah, sambil memegangi perutnya. Muka remaja itu tampak pucat seperti menahan sesuatu. ''Buang hajat di mana ya Bu?'' tanya gadis itu kepada ibunya.
Dengan agak bingung si ibu tersebut hanya bisa berkata, ''Sudah cari saja di tempat yang sepi.'' Mendengar jawaban ibunya, remaja itu justru bertambah bingung. Sebab di lokasi tersebut penuh dengan barisan tenda darurat pengungsi banjir.
Gambaran tersebut hanya sebuah potret kecil penderitaan pengungsi banjir di Jakarta. Karena air setinggi satu hingga dua meter masih menggenangi rumah, ratusan warga di RW 04, Kelurahan Rawa Buaya, Jakarta Barat, hingga Ahad (4/2), masih bertahan di pengungsian. Mereka membangun tenda darurat di atas bantaran rel kereta api, yang melintasi kawasan itu.
Kondisi mereka sangat menyedihkan. Sejak Jumat (2/2), setiap malam mereka harus bergelut dengan dinginnya udara malam. Apalagi hampir setiap malam hujan turun dengan deras di Jakarta. ''Kami tidur di atas rel ini. Tapi ya tidak bisa nyenyak, tidurnya saja hanya sandaran,'' ungkap Rohani, warga RT 7/RW 3, yang mulai mengungsi sejak Jumat lalu.
Rohani menempati sebuah tenda darurat yang terbuat dari terpal. Tenda itu hanya dibuat untuk melindungi dia dan barang-barangnya dari guyuran hujan. Tak ada dinding yang melindungi mereka dari terpaan angin. Hampir semua tenda yang dibangun di sana, sama bentuknya seperti tenda yang dihuni Rohani. ''Kalau malam dinginnya bukan main. Kasian anak-anak kecil,'' ujar Rohani. Tampias air hujan juga masih membasahi tubuhnya. Dingin yang dirasakan pengungsi masih harus ditambah dengan suasana gelap. Listrik di kawasan itu mati sejak banjir menenggelamkan rumah mereka. Pengungsi hanya mengandalkan penerangan dari lilin dan lampu sinyal kereta api, yang kebetulan berada di sana.
Di lokasi yang dihuni ratusan pengungsi itu, tidak ada satu pun toilet yang tersedia. Maklum, lokasi itu memang tidak dipersiapkan untuk penampungan pengungsi. ''Kalau mau buang air ya cari tempat sepi saja,'' kata Nana. Agar anak-istrinya tidak ikut menderita, Nana sudah mengungsikan mereka ke rumah saudaranya di Balaraja, Banten. ''Saya tidak ikut karena harus menjaga barang-barang,'' ungkap dia.
Jangankan toilet, penampungan air bersih saja tidak tersedia di sana. Pengungsi kesulitan mendapatkan air bersih. Tangki pembawa air bersih dari pemerintah yang sangat mereka harapkan, belum pernah datang. Akhirnya mereka berupaya mendapatkan air bersih dengan cara mereka sendiri. Mereka masuk ke rumah yang terendam air, lalu mengambil air PAM menggunakan selang, lalu mengangkut ember dengan menaikkannya di atas ban bekas. Tapi banyak pula yang harus membeli air galon. ''Sudah sejak Jumat saya tidak mandi. Airnya hanya untuk masak saja,'' ujar Nana.
Pasokan bahan pangan untuk pengungsi juga masih tersendat. Hingga kemarin, pengungsi di wilayah RW 03, Kelurahan Rawa Buaya belum menerima bantuan dari Pemkot Jakarta Barat. ''Untuk makan kita mengandalkan sumbangan masyarakat dan kocek sendiri,'' tutur Nana. Kondisi mengenaskan juga dialami pengungsi yang ditampung di SMP 264 Rawa Buaya. Di lokasi yang dihuni 121 kepala keluarga atau 1.795 jiwa ini, bantuan pangan dan air bersih juga belum diterima. Anggota PKK RW 03, Rawa Buaya, Maryanti, mengatakan dapur umum yang mereka kelola belum menerima bantuan dari pemerintah. Beruntung masih ada warga yang menyisihkan rezeki buat membantu pengungsi.
Nasib korban banjir lainnya bahkan lebih parah. Di wilayah Kecamatan Kalideres dan Cengkareng, sejumlah pengungsi terlihat keleleran menempati halte dan emperan toko. Bahkan masih banyak warga yang bertahan di rumah, baik di atas atap maupun lantai atas (bagi yang rumahnya bertingkat). Keterbatasan pengiriman bantuan perahu karet membuat evakuasi berjalan lambat. ''Kami mau mengungsi tapi perahu karet yang biasanya ada, ditunggu-tunggu belum datang juga,'' ungkap warga RW 14 Duri Kosambi, Rusli, yang masih bertahan di rumahnya.
Parahnya, banjir tahun ini bahkan membuat pengungsi harus beberapa kali pindah lokasi pengungsian. Seperti yang dialami warga Semanan, Kecamatan Kalideres. Awalnya mereka mengungsi di Masjid Ar Rahman. Tapi Sabtu (3/2) lalu air naik hingga 3 meter dan merendam lokasi pengungsian. Mereka pun kocar-kacir mencari lokasi pengungsian baru.
Sekretaris Kotamadya Jakarta Barat, Chaerudin, mengatakan, di wilayahnya terdapat 7.258 KK atau 25.070 jiwa yang mengungsi. Mereka ditampung di 67 lokasi pengungsian di Jakarta Barat. ''Pengungsi terbanyak di Kelurahan Kedoya Utara, Kecamatan Kebon Jeruk,'' ujar Chaerudin. Ia membantah pihaknya belum menyalurkan bantuan logistik pengungsi. Kata Chaerudin, sejak Jumat (2/2) lalu, pihaknya sudah mulai mengirim bantuan. ''Mungkin belum semuanya tersalurkan,'' tutur dia.
Pihak Bintal Kesos Kecamatan Kalideres, Hudiono, mengaku sudah berupaya mengirim bantuan. Persoalannya, banyak wilayah yang jalur jalannya terputus banjir. Akibatnya pemberian bantuan menjadi terlambat. ''Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi mau jalan mana? Semua jalan digenangi air,'' kata Hudiono berdalih. dwo
 
posted by ibad
Permalink ¤
Name :
Web URL :
Message :
:) :( :D :p :(( :)) :x
Indonesian Muslim Blogger

kirim sms gratizzz

masukin no (pake +62 ya) n ga jamin nyampe ^_^ but cobain aja

Message text (max 140 characters):

nuhun ka www.email2sms.ru

desain oleh pannasmontata-templates.net
foto profil: yogyes.com
bagi yang mau ngirim tulizzan, dipersilakan kirim ke myibad@yahoo.co.id